welcome to Rafika's world :). semua yang ada disini asli berasal dari akal fikiran saya :P #alay. semoga dapat menghibur ^^

Rabu, 22 Mei 2013

terima apa adanya


TERIMA KAU APA ADANYA
          Malam minggu kali ini tak jauh berbeda dengan yang kemarin. Seperti malam minggu yang biasa aku lewati, aku ber-chatting dengan teman-temanku di jejaring sosial. Namun kali ini ada yang berbeda. Seseorang bernama “XXX” mengirimiku pesan. Dilihat dari nama dan foto profilnya,sepertinya cukup familier. Aku teringat bahwa dia adalah salah satu teman SMPku, namun aku tak begitu mengenalnya. Namanya Mamat, kelasnya bersebelahan dengan kelasku. Sekarang dia bersekolah di salah satu SMK swasta di Gresik. Anaknya putih, tinggi, manis, dan postur tubuhnya oke sehingga terlihat makin keren. Oh, iya aku lupa memperkenalkan namaku. Namaku adalah Rafika salah satu siswi SMA Negri di Surabaya.  Kami memulai obrolan dengan berbasa-basi, dan tiba-tiba saja dia meminta nomor HPku. Awalnya aku ragu untuk memberikan nomorku ke dia mengingat dia adalah murid ternakal di SMPku, namun disisi lain aku ingin mengenal lebih jauh tentangnya. Akhirnya kuberikan juga nomorku ke dia. Pada saat itu aku baru saja putus dari pacarku dan dia juga dengar-dengar baru saja putus dengan pacarnya.
          Berhari-hari dia rajin mengirimiku sms, bukan hanya sekedar basa-basi, namun juga dia memberikan perhatian kepadaku. Dan pada suatu hari, dia secara tidak langsung menembakku lewat sms. Aku tak menganggapnya serius walaupun jujur kuakui aku suka padanya. Dia asik dan menyenangkan, bahkan mampu membuatku merasa nyaman dan senyum-senyum sendiri ketika membaca pesan darinya. Namun, tiba-tiba aku teringat dengan gosip-gosip yang tak enak tentangnya. Mulai dari dia suka mempermainkan perempuan, bahkan pernah tertangkap basah sedang bermesraan dengan seorang cewek temen sekelasku ketika SMP. Mengingatnya membuatku sakit hati dan memutuskan untuk menolaknya. Cukup lukaku yang kemarin, aku tak mau sakit hati lagi. Aku ingin mempunyai seseorang yang mau menerimaku apa adanya dan menghargaiku sebagai seorang perempuan. Aku tak bisa berfikir jernih saat itu juga dan memutuskan untuk tidur, karena tidur adalah satu-satunya cara supaya pikiranku menjadi lebih jernih.
          Keesokan harinya, ketika aku terbangun, aku langsung melihat handphoneku. Tak ada sms dari Mamat. Entah kenapa tiba-tiba aku merasa takut kehilangannya. Ketika malam datang, Mamat baru mengirimiku sms. Ternyata dia tetap berjuang mendapatkanku. Sampai berhari-hari lamanya,aku berteman dengannya. Aku masih tak berani menerimanya masuk dalam hidupku. Gosip-gosip itu masih membayangiku. Untuk memastikan kebenaran dari gosip-gosip itu, aku memberanikan diri untuk bertanya kepadanya, dan jawabannya iya kalau dia mempermainkan hati perempuan tapi dulu. Entah kenapa perasaanku sedikit lega mendengarnya, bahkan aku percaya begitu saja dengan ucapannya, namun aku tetap tak memberikannya kesempatan untuk lebih dekat denganku.
          Beberapa hari kemudian, sekolahku berencana mengadakan pensi dan setiap anak wajib membayar 100 ribu. Padahal, saat itu keadaan keuangan keluargaku benar-benar tidak bagus. Berbulan-bulan papaku menganggur dan dalam proses mencari pekerjaan sehingga tidak ada pemasukan. Sedangkan keperluan sangat banyak. Bahkan seringkali orang tuaku meminjam uang tabunganku untuk membeli beras. Aku sedih melihat kondisi keluargaku yang dulu masih mampu untuk sekedar membeli keperluan, sedangkan sekarang membeli beras pun kami tak mampu. Tabunganku sedikit demi sedikit mulai habis, sedangkan keperluan sekolahku memerlukan uang yang banyak. Akupun mulai curhat dengan Mamat tanpa ada maksud lain. Dia dengan semangat men-support aku bahkan dia ingin membantuku membayar uang pensi. Awalnya aku tak mau, namun dia terus-terusan memaksaku menerima uangnya. “udah,kamu pake aja uangku. Jangan pake tabunganmu. Tabunganmu kan buat nambah keperluan keluargamu” begitu katanya. Aku tak pernah berfikir dia bakal sebaik ini padaku. Akhirnya aku menerima uangnya dan bermaksud mengembalikan uangnya ketika keadaan keluargaku mulai membaik walaupun dia bilang tak ingin aku mengembalikan uangnya. Betapa baiknya dia, membuatku semakin tak bisa menolaknya lagi.
          Beberapa hari setelah kejadian itu, aku menerimanya menjadi kekasihku. Cobaan demi cobaan mulai berdatangan. Mulai dari status facebooknya dia yang mengatakan “AKU CINTA XXX” benar-benar membuatku sakit hati. Aku menangis seharian pada saat itu. Aku ingat betul, dulu Mamat memang pernah dekat dengan Nurul. Dia terus-menerus mengirimiku pesan, tetapi tak ada satupun pesannya yang aku balas. Aku sudah terlanjur sakit hati. Namun seiring berjalannya waktu, aku mulai memaafkannya. Entah kenapa aku begitu mudah percaya dengan kata-katanya. Aku percaya saja ketika dia mengatakan facebooknya dibobol dan dia hanya mencintaiku. Ya,semoga saja dia sedang tidak membohongiku.
          Hari-hari mulai berlalu, tak terasa aku sudah 2 bulan berpacaran dengannya. Suatu hari, kelasku sedang menerima pelajaran tentang kenakalan remaja. Tiba-tiba aku jadi kepikian sama Mamat. Hari itu, aku tak membawa motor sehingga Mamat yang mengantarku pulang. Jujur, aku tak suka dengan cowok perokok. Sungguh aku sangan benci dengan cowok yang suka merokok, minum-minum, tawuran, balapan liar, dan suka membuat masalah. Biasanya, siapapun cowok yang sedang berusaha mendekatiku kutanya dahulu apa dia merokok,minum-minum, dsb. Namun tidak pada Mamat. Sekalipun aku tak pernah menanyakannya. Padahal dia dulu anak yang terkenal akan kenakalannya. Berbeda jauh dengan Mamat yang sekarang. Pada saat itu juga, aku berusaha  memberanikan diri untuk bertanya. Dan aku tak menyangka dia akan sejujur itu mengatakannya padaku. Dia dulu sering merokok dan minum-minum tapi sekarang sudah tidak lagi. Tawuran, balapan liar masih dia lakukan namun sudah tak sesering dulu. Sungguh aku bingung dengan perasaanku. Aku memang membenci cowok perokok,dan sejenisnya. Namun seketika rasa itu hilang saat aku mengetahui bahwa kekasihku sendiri dulu sering melakukannya. Aku tak tau harus senang atau sedih mendengarnya. Aku mulai berfikir lagi. Untuk apa aku memikirkan hal seperti itu toh itu kan dulu,yang penting sekarang enggak. Apalagi dia juga sudah berani berkata jujur padaku. Entah kenapa aku jadi semakin menyayanginya. Teman-temanku dari SMP kaget ketika mengetahui aku berpacaran dengan Mamat, karena dulu ketika SMP aku tak pernah sekalipun dekat dengan Mamat. Sepengetahuanku. Apalagi Mamat mempunyai reputasi yang buruk dulu ketika SMP. “Fika, aku takut kamu entar diapa-apain sama dia”. “Kamu lebih pantes dapet cowok yang sifatnya lebih baik dari dia Raf”. ”Kamu kan dulu gak deket sama dia,kok bisa pacaran? Hati-hati fik”. Sekiraya begitu kata teman-temanku. Dengan santai aku menjawab “dia sekarang sudah berubah kok,beda jauh sama sifatnya yang dulu dan ternyata dia sudah memperhatikanku dari dulu, Cuma dia gak berani deketin aku karena teman sekelasnya juga menyukaiku. Dia takut melukai perasaan temannya”. Dan memang itulah kenyataannya. Semakin banyak aku mengetahui keburukannya, semakin aku mencintainya. Jujur, aku tak pernah merasa sesuka ini pada seorang laki-laki. Entah kenapa. Dia sudah banyak berkorban untukku, bahkan sampai detik ini. Aku menerimamu apa adanya. Seperti itu pula kamu menerimaku selama ini. J
a©©©©©©©g

Minggu, 05 Mei 2013

SAHABAT ATAU... (bab 1)


SAHABAT ATAU.....
          Di pagi hari yang cerah, seorang anak perempuan terlihat berlari menuju ke gerbang sekolahnya yang sudah mulai ditutup oleh satpam. “tunngu, pak! Biarkan saya masuk dulu,lalu bapak tutup gerbangnya!” teriak cewek itu. Namun terlambat. Gerbang itu telah tertutup rapat. Dia beserta anak-anak sekolahnya yang datang terlambat di catat namanya oleh guru BK. Setelah itu mereka masing-masing diberi hukuman, lalu dibolehkan masuk. “benar-benar hari sialku!” umpat cewek itu yang sebenarnya bernama Tyas. Dia berjalan menuju kelasnya yang terletak di pojok dekat kantin. “Alhamdulillah gak ada gurunya!” ujarnya lega. Seperti biasanya,Tyas mencari bangku yang biasa adia duduki namun sekarang tempat itu diduduki seorang cowok yang sesungguhnya amat sangat dia benci. Seorang cowok yang selalu membuat dia kesal setiap harinya. “oh, Tyas kamu udah dateng! Aku kira kamu bakalan gak masuk gara-gara sakit hati!hahahhah!” ledeknya. “Ndri, bisa gak sih kamu sehari aja gak bikin aku kesal? Kurang kerjaan banget sih!” jawab Tyas. Dia benar-benar nggak bisa nahan emosinya ketika dekat sama si Andri. Yah, Andri nama cowok yang selalu mengganggunya setiap hari. Entah kenapa cowok itu tak pernah capek mengusili dirinya. Akhirnya si Andri pun pergi dari bangkunya dengan melemparkan senyum teranehnya yang bikin Tyas benar-benar penasaran.
          Istirahat, dia lalui dengan membaca novel yang habis dia pinjam dari perpustakaan. Dia memang jarang sekali pergi keluar untuk sekedar membeli makanan ringan yang ada di dekat kelasnya. Berbeda dengan teman-temannya yang kelihatannya rasa lapar tak pernah ada habisnya. Tyas memang anak yang pendiam, jadi hanya sedikit anak di kelasnya yang peduli dan dekat dengannya. Ada satu cewek yang lumayan dekat dengannya. Namanya Nina dan pada hari itu si Nina sedang sakit sehingga tidak bisa mengikuti pelajaran. Sesungguhnya ada satu orang yang benar-benar memperhatikannya lebih dari siapapun di kelas itu. Yah, tak perlu aku kasih tau siapa sia supaya kalian penasaran.
          “Nggak makan? Lagi diet yah? Udah kurus kok pakek diet segala? Jadi apa kamu nantinya? Kena angin aja langsung terbang kamunya!hahahhah” ejek Andri. Tyas yang sebenarnya panas berusaha tak menghiraukan perkataan si musuh bebuyutannya itu dan berusaha cuek dengan terus fokus ke novel yang sedang dia baca. “Kamu denger gak sih?apa jangan-jangan telingamu jarang kamu bersihin ya?hahhah” Andri berusaha memancing emosinya. Karena dia tidak tahan, akhirnya dia beranjak dari kursinya dan langsung pergi begitu saja menunggalkan si Andri yang dari tadi mengejeknya. “Tyas, jangan marah dong! Kamu kan tau aku suka bercanda!” teriak Andri. Kadang Tyas selalu heran dengan sifat musuhnya itu. Andri termasuk salah satu cowok populer di sekolah nya.

LIBURAN
Dua hari sebelum menyambut hari lebaran, aku dan keluargaku berlibur ke rumah nenek. Namun kali ini ada yang berbeda. Di tahun sebelumnya, aku dan keluarga berangkat pagi-pagi. Bedanya pada hari itu aku berangkat sekitar jam 22.30. Aku sempat bertanya kepada kedua orang tuaku kenapa tak berangkat siang saja. Jawaban mereka karena kalau berangkat malam mungkin jalanan lumayan sepi dan lancar. Di tengah-tengah perjalanan kita beristirahat dua kali. Yang pertama yaitu di Rest Area, Caruban. Disana aku tak ikut beristirahat karena pada waktu itu aku mual. Yang kedua yaitu di pom bensin dan aku bisa tidur nyenyak disana. Kita sampai di rumah nenek,tepatnya di kabupaten Boyolali pada pukul 08.00. Sampai disana aku mandi dan pada sore harinya seluruh saudaraku datang.
Ketika hari lebaran, aku dan keluargaku Sholat Ied bersama di lapangan yang ada di Boyolali. Selesai sholat ied kami kembali ke rumah dan membagikan angpau. Kemudian kami makan opor ayam bersama. Setelah makan,kami bersiap-siap kembali untuk besilaturahim ke rumah saudara-saudara yang bertempat tinggal tidak jauh dari tempat tinggal nenekku. Pada saat itu aku merasa kurang enak badan. Tenggorokanku sakit, agak pusing,dan flu. Aku pikir mungkin itu cuman sakit biasa. Setelah selesai bersilaturahim, kami kembali ke rumah nenek dan aku beristirahat di kamar dan berdo’a semoga sakitku hilang. Sorenya aku,adikku, dan kedua orang tuaku berangkat ke Solo untuk bertemu dengan keluarga besar dari papaku. Kita sampai disana menjelang maghrib. Kami berbincang-bincang dan tertawa bersama, foto bersama, dan membuat video sebagai kenang-kenangan. Satu persatu anggota keluarga diwawancarai dan diminta memberikan kesan dan pesan. Saya kembali ke rumah pada pukul 22.00 malam.
Keesokan harinya aku dan keluarga besarku beriat pergi ke salah satu tempat pariwisata yaitu Tlatar untuk merayakan ulang tahun salah satu saudara sepupuku yang masih kecil. Disana, aku dan saudara-saudaraku berfoto bersama. Selesa makan, Irma memintaku untuk ikut berenang. Pada waktu itu sakit saya sudah mulai parah. Karena dia memaksa, akhirnya aku ikut berenang. Udara pada siang itu udara sangat dingin. Dan air di kolam renang itu sedingin es. Aku hanya memasukkan kakiku, namun tiba-tiba David mendorongku hingga aku tercebur. Terlanjur basah, akhirnya menikmatinya sambil bercanda dengan saudara-saudaraku. Setelah selesai berenang, kami pulang ke rumah nenek. Malamnya aku merasa badanku mulai panas dan mama menyadari hal itu. Mama memberikanku obat dan menceramahiku. Ya, seandainya aku tidak ikut berenang, mungkin tak akan separah ini. Eky pada waktu itu mendatangiku. Dia mengajakku untuk pergi ke wisata gunung merapi yang bernama Keteb. Aku ingin kesana karena aku sangat suka pemandangan di pegunugan. Aku bilang pikir-pikir dulu karena belum tentu saya dibolehin. Malam itu saya berharap semoga besok aku sudah sehat dan bisa pergi ke Keteb.
Besoknya, aku sedikit merasa enakan. Badanku juga gak sepanas kemarin. Aku membuka hp dan melihat ada beberapa sms dari Eky. Dia menanyakan apa hari ini jadi atau tidak. Aku bilang jadi tapi dia harus membantuku izin ke orang tuaku. Akhirnya jam 10.00 dia datang ke rumah dan meminta izin ke mama untuk mengajakku jalan-jalan. Akhirnya mama memperbolehkan namun hanya sebentar saja karena tubuhku masih telalu lemah. Akhirnya kita berangkat ke Keteb. Dalam perjalan, aku merasa kedinginan padahal cuaca pada saat itu cerah sekali. Namun setelah melihat pemandangan di sekitar jalan yang kami lewati, rasa dingin itu perlahan-lahan hilang. Pada waktu itu pun aku melihat banyak sekali anak pacaran, yang sebenarnya membuat saya iri,,hahaha. Mungkin orang lain melihat kami seperti sepasang kekasih, padahal kami saudara sepupu. Sesampainya disana, banyak sekali mobil parkir di kanan kiri jalan yang menanjak itu. Eky memarkirkan motornya di dalam. Kami membeli tiket masuk sebesar 17.500. Mungkin  karena hari libur. Namun ketika aku ingin membayarnya sendiri-sendiri, dia malah memintaku untuk menyimpan uangku. Pada akhirnya dia yang membayar biaya masuknya.
Di dalam, kami memasuki museum dan keluar kembali untuk membeli minuman. Itupun dia memintaku untuk menyimpan uangku lagi. Rasanya benar-benar seperti anak pacaran kalau seperti ini. Hahaha. Sebenarnya pada saat itu kami berniat foto-foto sebentar, namun sayangnya bateraiku pada saat itu habis dan baterai punyanya juga. Setelah lama disana aku minta untuk pulang karena takut nantinya dimarahin mama. Karena saya ingin makan bakso, akhirnya kita membeli bakso. Pada saat itu saya ingin memesan semangkuk bakso dan es teh. Namun Eky tak memperbolehkan saya karena saya masih sakit dan pada akhirnya saya pesan teh hangat.
 Ketika pesanan kami sudah sampai, saya tak sabar untuk menyantapnya. Karena saya terbiasa makan bakso dengan sambal,akhirnya saya menuangkan sesendok sambal ke mangkuk bakso saya. Eky melarang saya pakai sambal, karena lagi-lagi dia ingat bahwa aku sakit batuk. Yah, memang pada waktu itu aku sakit flu,batuk,radang,dan panas. Tapi karena aku memaksa akhirnya dia dengan memperbolehkan. Namun ketika aku memakan bakso itu, tiba-tiba aku batuk-batuk dan tak berhenti-berhenti. Eky kasihan melihatku dan berusaha menenangkanku. Air mataku mulai keluar, buka karea sedih, tapi karena aku pada saat itu tersedak dan pedasnya itu lho. Orang-orang di sekitarku mulai memandangiku dengan tatapan yag kasihan, mungkin. Aku merasa seperti anak yang sakit-sakitan pada saat itu. Ada juga seorang bapak yang menanyakan ke Eky aku sakit apa. Akhirnya ketika batukku mulai mendingan,aku berusaha memakan baksoku tanpa kuah. Setelah selesai, akhirnya kita pulang ke rumah dan keesokan harinya aku kembali ke Surabaya. Dari sini aku mengerti bahwa kesehatan itu amatlah penting bagi tubuh kita. Kita harus menjaga kesehatan kita sebagaimana mestinya. Kita juga harus mau mendengarkan nasihat dan masukan dari orang lain, tidak boleh egois, ceroboh,dan seenaknya sendiri padahal sebenarnya kita tau apa akibat dari perbuatan kita itu.
TAMAT

ALIVE (Raiko)
dare datte shippai wa suru nda
hazukashii koto janai
kono kizu o muda ni shinai de
waratte arukereba ii
(RAP)
sou shizuka na kuuki suikomi
hiroki sora ni kao age tobikomi
toki ni ame ga futtara hito yasumi
jaa yukusaki wa kaze fuku mama ni
takusan no matotteru koukai
kono kizu o muda ni shicha shounai
ude ni kunshou kizami ikoukai shougai
sou kokkara ga Show Time

ah iroasete kono PORA
naka de ikiteru kako no jibun toka
itsumo TSURU nde hi no nai you ni
ibasho mitsukete hiataru you ni
konna kanji de hibi kattou
ippo fumidasu beki ganbou
makkou shoubu jibun ni muke issou
koko de kono uta hibikasou
dare datte shippai wa suru nda
hazukashii koto janai
kono kizu o muda ni shinai de
waratte arukereba ii
(RAP)
kyou hajimari o tsugeru asayake
yume to genjitsu no hazama de
What’s Say kono koe kareru sono hi made
korogari tsudzukeru Another Day
shuppotsu shinkou kamase in o
shindou kaitaku michi ippon yeah
yagate toori ni hanasake
soshite mirai ni mugete habatake
genjitsu omoku nokkaru ga
mezase chouten Like a No Culture
saru ga saru ni shikanarenai Oh
jibun wa jibun ni shikanarenai Yo
asu o ki ni shite shita muku mae ni
kyou no jibun no ki no muku mama ni
saisei kyou wa chou kaisei
nanimo nayami nankanaize
omoku no shikakaru genjitsu ga
ima no boku o semetateteru
kantan ni wa ikanai na
sonna koto kurai chouchi shiteru yo
dare datte shippai wa suru nda
hazukashii koto janai
kono kizu o muda ni shinai de
waratte arukereba ii
takusan no koukai o matotte
aji no aru hito ni naru sa
kanashimi mo kaze ni kaete
tsuyoku susunde ikereba ii
(RAP)
sou shizuka na kuuki suikomi
hiroki sora ni kao age tobikomi
toki ni ame ga futtara hito yasumi
jaa yukusaki wa kaze fuku mama ni
takusan no matotteru koukai
sono kizu o muda ni shicha shounai
ude ni kunshou kizami ikoukai shougai
sou kokkara ga Show Time


BCL-CINTA SEJATI
Manakala hati menggeliat mengusik renungan 
Mengulang kenangan saat cinta menemui cinta 
Suara sang malam dan siang seakan berlagu
Dapat aku dengar rindumu memanggil namaku

Saat aku tak lagi di sisimu
Ku tunggu kau di keabadian

Aku tak pernah pergi, selalu ada di hatimu
Kau tak pernah jauh, selalu ada di dalam hatiku 
Sukmaku berteriak, menegaskan ku cinta padamu 
Terima kasih pada maha cinta menyatukan kita

Saat aku tak lagi di sisimu
Ku tunggu kau di keabadian

Cinta kita melukiskan sejarah
Menggelarkan cerita penuh suka cita
Sehingga siapa pun insan Tuhan
Pasti tahu cinta kita sejati

Saat aku tak lagi di sisimu
Ku tunggu kau di keabadian

Cinta kita melukiskan sejarah
Menggelarkan cerita penuh suka cita
Sehingga siapa pun insan Tuhan
Pasti tahu cinta kita sejati

Lembah yang berwarna
 Membentuk melekuk memeluk kita
Dua jiwa yang melebur jadi satu
Dalam kesunyian cinta

Cinta kita melukiskan sejarah
Menggelarkan cerita penuh suka cita
Sehingga siapa pun insan Tuhan
Pasti tahu cinta kita sejati

BERBAGI KEBAHAGIAAN
            Liburan kenaikan kelas telah usai. Sekarang adalah waktu untuk mempersiapkan segala sesuatu yang akan dia hadapi besok. Entah dia akan masuk di kelas mana dan bertemu dengan siapa saja. Nina sedikit takut nantinya dia malah tidak mempunyai teman di kelas barunya itu karena tidak bisa menyesuaikan diri. “Yah, semoga tidak terjadi sesuatu yang menyebalkan nantinya, ya Allah” harap Nina. Ya, namanya Nina. Anak yang terlahir dari keluarga yang kuat agamanya, karena ayahnya adalah seorang uztad terkenal di kotanya. Nina termasuk anak yang nggak gampang bergaul dengan orang yang baru dia kenal, karena sifatnya yang cuek, pemalu, dan tertutup. Terkadang dia sebal dengan sifat ayahnya yang selalu melarangnya keluar hanya untuk bermain bersama teman-temannya dan menyuruhnya di rumah saja sambil membaca buku atau membaja Al-Qur’an. Nina termasuk cewek yang alim. Keluar selalu memakai jilbab, dan menjaga jarak dengan teman laki-laki yang sedang berusaha mendekatinya. Bukannya dia sombong,namun memang dia sedang tidak ingin pacaran terlebih dahulu dan dilarang oleh kedua orang tuanya.
            Pagi ini, Nina bangun lebih awal untuk sholat subuh dan mempersipakan segala keperluannya. Karena baru pertama kali masuk kelas 11, maka dia hanya membawa buku kosong, peralatan shalat, dan alat tulis juga beberapa lembar uang 5000 untuk ongkos naik  angkot. Dia memang dari dulu selalau pulang menaiki angkutan umum. Padahal ayahnya sudah menyiapkan mobil dan satu supir pribadi untuk mengantar jemput Nina supaya tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Namun Nina menolak dan memilih naik angkot saja supaya bisa pulang bareng bersama teman-temannya. Dia tidak mau terlihat berlebihan dan dia lebih suka tampil sesederhana mungkin. Pagi ini dia terpaksa berangkat diantar sang ayah karena ayahnya sedang libur dan ingin sesekali mengantar sekolah anak semata wayangnya itu. Mobil Honda Jazz melaju di keramaian kota Surabaya dan menuju SMA 13 Surabaya.
            “Hati-hati ya nak! Jangan pulang terlambat. Kalau ada apa-apa telepon ayah ya! Nanti kamu ayah jemput!” ujar ayahnya. “Ayah nggak usah repot-repot jemput aku, aku bisa pulang sendiri kok, kan banyak temennya yah. Iya, yah aku bakalan hati-hati. Masuk dulu ya yah! Assalamu’alaikum!” salam Nina sambil mencium telapak tangan ayahnya dan keluar dari mobil, lalu berjalan menuju gerbang. Dia mulai mencari namanya di sekitar kelas-kelas 11 dan ternyata dia masuk di kelas 11 IPA 1. Dia masuk ke kelas itu dan mencari-cari bangku yang kosong dan hanya ada satu bangku yang kosong pada saat itu. Di samping seorang anak perempuan yang dilihat dari wajahnya dia keturunan Tionghoa. “Kelihatannya dia beda agama deh sama aku” pikir Nina pada saat itu. “Boleh aku duduk disini?” tanya Nina sopan. Cewek itu melihatnya dan tersenyum lalu menganggukkan kepalanya. “Boleh, duduk saja. Nggak ada yang nempatin kok!”. “Oke, maksih ya. Boleh aku yau siapa nama kamu?”. “Namaku Yessy! Kamu?” tanyanya balik. “Aku Nina. Kita bisa berteman kan? Walaupun agama kita berbeda.” Tanya Nina. “Boleh, kok. Santai aja lagi. Aku kan nggak pilih-pilih. Toh, apa salahnya kita punya temen yang beda ras dan agama? Iya nggak?” jawabnya. “Heem, aku setuju banget sama kamu!”. Usai perkenalan, bel mulai berbunyi dan  murid-murid mulai memasuki kelasnya masing-masing. Nina mulai mempunyai teman yang lumayan banyak dan rata-rata mereka berbeda agama dengan dia. Itu malah semakin membuatnya senang karena mempunyai teman yang beda agaa dengan dia. Teman barunya adalah Maria dan Bella.
            “Nin, ke kantin yuk! Laper nih belum makan aku dari tadi pagi!” ajak si Bella. “Aduh, maaf ya temen-temen aku lagi mau nyaur hutangku biar lunas” tolak Nina. “Lho, kamu ada hutang sama siapa? Yauda kita bayarin aja dulu, gapapa kok” sahut Yessy. “hahahah! Bukan hutang itu maksudku. Tapi hutang puasa yang bulan romadhon kemarin. Kalian jajan aja, aku disini sambil baca novel”. “Yah, oke deh! Maaf loh kita nggak tau kalau kamu puasa! Duluan ya Nin!” pamit Maria.
            “Sendirian aja nih?” tanya seorang anak laki-laki. Aku mendongakkan kepalaku untuk melihat siapa dia. Ternyata dia adalah Fandi, anak basket. Dia berasal dari Bali. Baru saja semester kemarin dia datang ke sekolah Nina dan nggak di sangka-sangka dia sekelas dengan Fandi. “Oh, hai juga Fan!” sapa Nina sambil tersenyum. Fandi lalu dududk di sampingnya. “Lagi baca apa nih kok serius banget?” tanyanya. “Aku lagi baca novel yang aku pinjam dari perpustakaan” jawab Nina. “Oh, kamu agama Islam ya?”. “Iya, kamu?”. “Aku Hindu, kan aku dari Bali. Emang wajahku nggak kelihatan kayak orang Bali ya?”. “Nggak!hahahha”. “ah, bercandamu keterlaluan. Aku boleh jadi temenmu kan?” tanyanya. “Boleh, kok.”
            Ketika wali kelas Nina datang untuk memberi pengumuman, Nina dan anak-anak kelasnya disuruh membuat kelompok berjumlah 8 orang. 4 laki-laki dan 4 perempuan. Dan kelompoknya adalah dia sendiri, Yessy, Bella, Maria, Fandi, Yoseph, Rafi, dan Ryan. Mereka disuruh melakukan penarikan uang infaq di kelas 12 dan memberikan uang infaq tersebut kepada orang yang membutuhkan. Lalu sebagai gukti, mereka harus merekam seluruh kegiatan yang mereka lakukan. “Wah, seru banget nih jadinya. Udah lama aku pengen kayak gini!” ungkap Nina. Lalu disambut anggukan kepala dari teman-teman yang lainnya. Ini bakal jadi kegiatan yang seru bagi Nina dan teman-temannya. Kelompoknya memutuskan untuk memberikan sumbangan tersebut kepada para gelandangan, pemulung, dan anak jalanan. “Kita membutuhkan banyak waktu untuk melakukan semua ini. Gimana kalau kita lakukan ketika sekolah usai?” usul Ryan. “Waduh,gimana ya? Masalahnya orang tuaku ketat banget, aku jarang dibolehin keluar rumah!” jawab Nina. “Yah, himana ya! Sebelum kita berangkat kita bantuin kamu ijin ke orang tuamu deh!” usul Fandi. “Bagus juga, tuh sekalian main-main. Aku kan pengen tau dimana rumahmu” kata Yessy. Akhirnya mereka sepakat untuk mengerjakannya ketika sekolah usai dan hari libur dengan ijin ke orang tuanya Nina dulu.
            Penggalangan dana ke kelas-kelas di atas mereka sangat sulit karena rata-rata mereka tidak mau menyumbang. Alsannya ada saja. Padahal sekolah mereka itu termasuk sekolah yang elite. Hanya orang yang merasa dirinya mampu membayar saja yangmenyekolahkan anaknya di sana. Namun ada saja alasan mereka untuk tidak mau membayar terutama yang laki-laki. Nina dkk akhirnya berusaha untuk menjelaskan dan dengan kerja keras mereka akhirnya penggalangan dana selesai dilakukan. Walaupun hasilnya tidak sesuai dengan apa yang mereka harapkan, namun mereka cukup puas dengan hasil kerja keras mereka “mengemis” ke kakak kelasnya. “Kapan kita kasih uang hasil penggalangan dana hari ini?” tanya Maria. “Aku juga bingung. Apa dimulai besok saja ya? Soalnya kan hari ini kita nggak bawa kamera” jawab Rafi. “Eh, Nina. Di rumahmu ada kamera nggak? Kalau ada kita pinjem buat kegiatan ini boleh, kan?” tanya Ryan. “Boleh kok, tapi maaf aku hari ini gak bisa ikut kalian buat ngasih hasil penggalangan dana tadi ke anak-anak jalanan soalnya hari ini di rumahku ada pengajian, dan aku harus bantu-bantu ibukubuat nyiapin makanan sama bersih-bersih rumah” jawabnya. “Yah, kalu gitu kita undur aja ya, pas kita semua bener-bener gak sibuk. Terus kapan kita melakukan penggalangan dana lagi?” kata si Fandi. “Dua hari sekali aja yah”. Akhirnya mereka semua setuju bahwa kegiatan memberikan sumbangan mereka lakukan pada saat mereka semua sedang tidak sibuk atau tidak memiliki kegiatan.
            “Ayah, ibu, aku boleh nggak besok pulang telat soalnya ada kegiatan sekolah” ijin Nina kepada kedua orang tuanya. “Memangnya ada kegiatan apa, nak? Kalau nggak penting lebih baik nggak usah saja ya, ayah takut kamu kenapa-kenapa” jawab ayah. “Yah, aku sama temen-temenku kok yah. Lagian menurutku kegiatan ini sungguh mulia karena kita mau memberikan hasil dari penggalangan dana yang kita lakukan ke orang-orang yang tidak mampu, mereka-mereka yang biasanya tinnggal di pingggir jalan, dan anak-anak jalanan. Boleh ya yah?” harap Nina. “Tapi teman-teman kamu baik semua kan? Ibu takut mereka memberikan dampak yang negative ke kamu, nak!” cemas ibunya yang sedari tadi mendengarkan. “Insya’Allah ibu, aku yakin mereka nggak akan sejahat itu kok bu. Tenang saja, bu besok teman-temanku akan datang ke rumah dahulu untuk meminta ijin ke ibu  sama ayah” jawab Nina. “Yasudah nak kalau begitu. Ayo kita sholat maghrib dulu lalu setelah itu kkamu bantu-bantu ibu ya nak!” pinta ibunya disusul dengan anggukan anak semata wayangnya.
            Hari ini sesuai dengan perjanjian mereka, mereka akan memberikan uang hasil penggalangan dana yang mereka lakukan kemarin. Dan sebelum mereka melakukan itu semua, mereka akan berkunjung dulu ke rumah Nina yang letaknya paling dekat dengan sekolahan diantara rumah mereka semua. Setelah sekolah usai, mereka berkunjung ke rumah Nina. Yang perempuan menaiki mobil Maria, sementara yang laki-laki menaiki mobil Fandi.
            “Assalamu’alaikum ibu, ayah!” salam Nina. “Wa’alaikum salam” jawab orang yang ada di dalam rumahnya. Ibunya pun keluar dari balik pintu rumahnya. “Siang, tante!” sapa teman-temannya. Mereka pun mencium tanagn ibunya Nina. “Ibu, ayah dimana?” tanya Nina. “Ayahmu tiba-tiba pergi tadi. Ada urusan penting katanya. Ayo, kamu perkenalin temanmu satu persatu”. Nina pun menyebutkan nama temannya satu persatu serta agama mereka masing-mmasing. “Oh, jadi kalian ini agamanya berbeda-beda, ya tapi masih bisa akur” puji ibu Nina. “hehehe! Iya tante, kita kan nggak pilih-pilih teman” jawab mereka kompak. “Yasudah, ayo masuk dulu. Panas kalau di luar. Kalian sudah makan?”. “Sudah tante”. Nina pun mempersilahkan teman-temannya masuk dan ijin ke mereka untuk sholat dhuhur terlebih dahulu. Lalu setelah mereka semua siap, mereka pamit ke ibu Nina dan berangkat.
            Tempat pertama yang mereka kunjungi adalah pemukiman liar yang terletak di samping rel kereta api. Mereka dibagi menjadi 4 kelompok dan memisahkan diri untuk melakukan tugas masing-masing yaitu membagikan hasil penggalangan dana yang mereka lakukan. Tidak hanya berupa uang karensa setengah dari uang hasil penggalangan itu dibelikan sembako dan lain-lain. Pada saat itu Nina kebagian tugas bersama Fandi. Fandi yang mendokumentasikan kegiatan mereka berdua. Nina sempat menangis terharu ketika melihat seorang anak kecil yang hanya tinggal bersama neneknya yang sedang sakit-sakitan. Anak itu berusaha menghidupi dirinya berseta neneknya dan membelikan obat untuk neneknya. Dia menjadi pengamen di jalanan, kadang di lampu merah. Tidak banyak hasil yang dia dapatkan karena terkadang ada saja orang jahat yang selalu meminta uang hasil mengamennya. Dia sangat ingin bersekolah namun itu tidak akan mungkin karena kondisinya sekarang. “Dimana orang tuamu? Mana keluargamu?” tanya Nina berusaha untuk menahan air matanya yang terus keluar. “Ibu dan ayah sudah lama bercerai. Ayah ninggalin aku sama ibu dan nenek terus kita jadi gelandangan kayak sekarang. Ibu juga udah meninggal” jawab anak itu. Tatapannya ke Nina semakin membuat Nina tidak bisa menahan air matanya. Dia lalu keluar dari rumah yang terbuat dari kardus itu dan meninggalkan Fandi sendirian di dalam. Fandi yang bingung langsung ijin keluar sebentar untuk menghampiri Nina. “Sudah, Nin. Jangan nangis lagi. Aku tahu gimana perasaanmu. Aku juga sedih ndengernya. Tapi kita harus cepat-cepat melakukan aktivitas ini sebelum malam” hibur Fandi sambil memegang bahu Nina dan menyodorkan selembar tisu. “Makasih,Fan. Iya, aku bakal berhenti nangis. Aku pamit dulu ke anak itu dan neneknya ya. Kamu cari lokasi yang selanjutnya” jawab Nina dan beranjak masuk ke dalam rumah kumuh itu. Selang beberapa waktu Nina keluar dengan muka yang memerah dan air mata yang membasahi seluruh wajahnya. “ckckck! Dasar anak cengeng!” ujar Fandi dalam hati sambil tersenyum ke arah Nina. Kegiatan mereka selesai sebelum adzan maghrib berkumandang.
            “Nina, kamu nggak sholat? Habis ini maghrib lho!” kata Yessy. “Ayo, kita cari mushola saja di sekitar sini soalnya kalo sholat di rumahmu waktunya ntar nggak nyampek. Aku pengen sholat jamaah nih soalnya!” ajak Rafi yang sedari kemarin diam melulu. Rafi salah satu tipe cowok yang cuek, pendiam, dan agak tertutup walaupun sebenarnya dia salah satu anak keren di kelasnya. Beda sama Fandi dan Ryan yang peduli dan gampang bergaul. Mereka mencari mushola yang ada di sekitar sana dan menemukannya. Nina, Rafi, dan Ryan bergegas masuk dan mengambil air wudhu sementara yang lainnya duduk-duduk di telatar masjid sambil merekam kegiatan orang pinggiran ketika mau melaksanakan sholat maghrib. “Coba deh kalian lihat. Kenapa ya penampilan mereka berbeda dari yang sebelumnya? Terlihat lebih rapi dan bersih!” tanya Maria. “Mereka sama kayak kita. Ketika mau menghadap tuhan, mereka pasti berpenampilan yang sebaik mungkin, serapi mungkun karena akan menghadap kepada tuhan mereka. Intinya sama lah kayak kita-kita” jawab Yoseph. Setelah menunggu, akhirnya mereka melanjutkan perjalanan pulang ke rumah.
            “Nina, kenapa kamu pulang setelah maghrib? Bukannya kamu janji ke ibu pulang sebelum maghrib?” tanya ibunya setelah membukakan pintu untuk Nina. Nina mencium tangan ibunya lalu berkata “Maafkan Nina, ibu. Nina tadi sholat dulu di mushola dekat tempat yang Nina kunjungi. Lagian kalau sholat di rumah takut waktunya gak cukup sama kecapekan. Ibu, Nina seneng banget hari ini”. Akhirnya Nina menceritakan kejadian yang terjadi seharian ini. “Yasudah, kalau gitu kamu istirahat sana. Besok kamu ada kegiatan? Kalau ada kamu cepet shalat isya’, makan, terus tidur biar siap besoknya”. “Ada bu tapi agak siang soalnya anak-anak pada ke gereja. Besok kita ntar ketemu di taman dekat sekolah” jawab Nina. Dia benar-benar tidak sabar untuk menjalani kegiatan yang akan dia lakukan keesokan harinya.
            Pagi ini, Nina akan berangkat ke taman di dekat sekolahnya. Sebenarnya dia ingin berangkat sendiri, namun ayahnya melarang dan berniat untuk mengantar Nina sekaligus bertemu dengan teman-teman Nina. Setelah bersiap-siap, Nina langsung menaiki mobil ayahnya dan melaju di tengah keramaian kota Surabaya di pagi itu. Sesampainya di sana, Nina langsung menghampiri teman-temannya sekaligus memperkenalkan mereka pada ayah Nina. Ayahnya sedikit kaget mengetahui mereka semua berbeda agama namun bisa bersahabat begitu dekat dan kompaknya. Namun Nina bersyukur karena ayahnya tidak melarang dia untuk bersahabat dengan teman-teman yang berbeda dengannya tersebut.
            “Hari ini kita akan mengunjungi anak-anak jalanan. So, hati-hati ya!” kata si Fandi mengagetkan mereka semua. “Maksud kamu apaan sih Fan? Jangan nakut-nakutin gitu, ah” potong si Maria. Maria itu tipe cewek yang manja, dan nggak pernah turun ke jalanan. Jadi, bukan nggak mungkin ya dia bakalan ngeluh sepanjang kegiatan yang mereka lakukan. Mereka memarkir mobil mereka di pinggir jalan lalu mengambil barang-barang yang mereka butuhkan. Mereka mulai berpencar dan mencari anak-anak jalanan yang sering mengamen di jalan tersebut, sementara beberapa dari kelompok Nina masuk ke sebuah pasar. Nina termasuk dalam kelompok yangturun di jalanan. Mereka berjalan menuju lampu merah di perempatan jalan tersebut. Nina mencari anak-anak yang mulai mengamen di jalan yang pas waktu lampu merah, dan Fandi sibuk dengan kameranya. Dia sibuk mengambil gambar. Satu persatu anak kecil mereka dekati sebelum lampu merah berganti menjadi lampu hijau. Mereka duduk di trotoar jalan dan sedikit ketakutan ketika didekati oleh Nina dan Fandi. “Tenang, dek. Kita nggak bakal nyakitin kalian kok!” bujuk Nina dan akhirnya mereka kembali duduk. Nina duduk di depan anak-anak jalana tersebut. Kalau di lihat-lihat mereka masih tergolong anak kecil, umrnya sekitar 6-9 tahunan lah. Pakaian mereka sungguh amat sangat kotor, dan badan mereka sepeti tidak terawat.
 “Kakak mau kasih sesuatu buat kalian” kata Nina mengawali pembicaraan. Nina memberikan 3 bungkus nasi ke mereka disesuaikan dengan jumlah anak yang ada saat itu. Mereka sedikit ragu untuk menerimanya. Fandi yang sedang merekam kegiatan mereka ikut angkat bicara “Ambil saja dek, kita ikhlas kok ngasihnya. Kita nggak bakal macem-macem ke kalian. Masa kakak yang ganteng dan cantik ini mau berbuat jahat ke kalian?”. Nina pun tertawa mendengarnya dan mencubit si Fandi sambil menganggukkan kepala ke anak-anak itu. “Dasar si Fandi. Membujuk sih oke, tapi nggak kayak gitu juga kali” batin si Nina. Akhirnya ketiga anak itu menerima makanan yang dikasih Nina dengan senang hati dan memakannya dengan lahap. “Dek kakak boleh tanya sesuatu?” tanya Nina dengan lembut. “Tanya aja kak” jawab salah satu dari mereka. Nina tanyakan satu-satu nama mereka dan melanjutkan pertanyaan. “Kalian punya keluarga? Ayah dan ibu? Saudara?”. “Aku udah lama di tinggal ayah sama ibu mati, kak” jawab anak yang paling kecil. “Ayahku nggk tau dimana, ibu masih ada” jawab anak laki-laki yang kira-kira umurnya paling tua diantara mereka. “Aku dibuang sama orang tuaku, kak! Huhuhu....” jawab anak yang terakhir sambil nangis sesenggukan. Nina nggak bisa menahan air matanya untuk tidak menetes. Tanpa rasa jijik atau apapun, Nina langsung memeluk ketiga anak itu. “Kasihan kalian, dek. Nggak seharusnya kalian tinggal di jalanan” kata Nina. Fandi langsung menepuk pundaknya dan memberi dia tisu untuk kedua kalinya. Nina langsung melepaskan pelukannya dan menerima tisu yang dikasih Fandi lalu menghapus air matanya. “Kalian udah lama ngamen di jalan?” tanya Fandi. “Iya,kak”. “Sekolah?”. “Nggak, kak. Nggak ada uang buat bayar sekolah. Tapi pengen banget, kak. Kapan ya bisa sekolah kayak temen-temen yang lain?” jawab salah satu anak itu sambil matanya menerawang. “Pasti bisa kok dek. Semangat yah. Kakak ada sejumlah uang untuk kamu. Bisa buat jajan sama beli makan” kata Fandi sambil meletakkan kameranya dan memberikan sejumlah uang ke anak-anak itu sama rata. Raut wajah yang semula sedih terlihat ceria tanpa beban. “Makasih kakak” jawab mereka kompak. “Kalian mau ngamen lagi? Kakak boleh ikut gak? Kan lumayan tuh buat nambah penghasilan” usul Fandi yang membuat Nina terkaget-kaget. Fandi memandangnya seakan-akan dia berkata “Gapapa kan Nin?”. Nina cuman bisa nurut aja. Sebenarnya dia takut karena ini jalan besar dan berbahaya.
            Tapi nggak di sangka-sangka semula dia memang takut mengikuti langkah Fandi dan anak-anak itu. Namun setelah melihat semangat mereka dan kebahagiaan yang terpancar di wajah mereka ketika Fandi ikut-ikut nyanyi di jalan, bener-bener membuatnya terharu dan memberanikan diri untuk ikut ngamen. Senang rasanya melihat mereka tertawa bahagia. Mungkin selama ini mereka nggak pernah merasa sebahagia ini. Menyanyi bersama, tertawa bersama, adalah suatu kenangan yang tak akan pernah dia lupakan. Tak lupa Fandi merekam kegiatan mereka.
            “Adek-adekku, kelihatannya kakak harus pergi soalnya udah sore. Besok-besok kalau ada waktu kakak pasti ke sini kok” pamit Nina ke anak-anak itu. “Janiji ya kakak ga bakal ngelupain kita?” kata seorang dari mereka. Nina jadi sedih mendengarnya. “Iya, pasti dek kita nggak bakalan ngelupain kamu. Sini kakak peluk” kata Fandi sambil meluk mereka bertiga, bergantian dengan Nina. Rasanya berat untuk meningalkan anak-anak yang luar biasa ini. Kecil-kecil sudah harus mencari makan sendiri, tinggal di luar yang nggak aman dan nggak bagus buat kesehatan mereka. Akhirnya dengan berat hati Fandi dan Nina pergi ke tempat mereka memarkirkan mobil dan pulang. Banyak hikmah yang bisa Nina ambil di hari ini dan hari yamng sebelumnya. Ada baiknya kita membatu mereka-mereka yang tidak mampu, berbagi kebahagiaan dengan mereka, toh mereka juga manusia sama seperti kita, malah lebih kuat daripada kita, sayang mereka kurang beruntung. Banyak alasan yang membuat mereka terpaksa hidup merana di jalanan, di rumah-rumah yang tidak layak pakai. Bersyukurlah karena kita diberi sesuatu yang sesungguhnya lebih dari cukup, namun tidak pernah ada rasa puas dalam diri kita dan selalu merasa kurang. Kebahagiaanmu, adalah kebahagiaanku. J

THE END